📍 Salatiga – Dalam rangkaian kegiatan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) bertema “Bangunlah Jiwa dan Raganya”, SMA Negeri 3 Salatiga menyelenggarakan Seminar Moderasi Beragama pada Kamis, 13 Juni 2025. Kegiatan ini berlangsung di smartclassroom sekolah dan dihadiri oleh seluruh siswa kelas X, guru, serta para fasilitator P5.
Seminar dibuka secara resmi oleh Dr. Saptono Nugrohadi, M.Pd., M.Si., yang mewakili sekolah. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan pentingnya menghadirkan keseimbangan antara penguatan fisik, mental, dan spiritual dalam pembentukan karakter pelajar.
“Melalui kegiatan ini, kita ingin menanamkan nilai moderasi beragama sebagai bagian dari upaya membangun pelajar yang sehat secara spiritual dan siap hidup dalam keberagaman,” tegasnya.
Agama untuk Manusia, Bukan Sebaliknya
Seminar ini menghadirkan narasumber utama Drs. Nur Rofiq, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Salatiga. Dalam penyampaiannya, Nur Rofiq menekankan bahwa esensi dari ajaran agama—khususnya Islam—adalah rahmat dan kasih sayang bagi seluruh makhluk. Ia mengutip ayat-ayat Al-Qur’an yang menegaskan bahwa agama diturunkan untuk menuntun manusia kepada fitrahnya, bukan untuk saling meniadakan satu sama lain.
“Indonesia adalah rumah besar. Di dalamnya ada banyak kamar: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu. Semua punya hak tinggal dan hidup nyaman, tanpa saling mengintip atau mencampuri keyakinan orang lain,” ujar Nur Rofiq dalam penyampaiannya yang diselingi humor segar namun penuh makna.
Menurutnya, memahami moderasi beragama tidak cukup hanya dengan wacana. Remaja harus membiasakan sikap saling menghormati dan memahami perbedaan sejak dini. “Semakin tinggi kesadaran beragama seseorang, maka semakin tinggi pula toleransinya,” tandasnya.
Toleransi sebagai Pilar Negara dan Kemanusiaan
Dalam forum tersebut, Nur Rofiq juga mengajak para siswa untuk melihat keberagaman sebagai kekuatan. Ia menekankan bahwa sikap eksklusif atas nama agama atau suku hanya akan merusak fondasi kebangsaan.
“Kita boleh berbeda agama, beda suku, beda cita-cita. Tapi kita tidak boleh merendahkan satu sama lain. Itulah sejatinya manusia yang beragama,” ungkapnya.
Ia juga membagikan analogi menarik tentang bagaimana profesi dan jalan hidup setiap orang berbeda, namun semuanya harus berkontribusi untuk kebaikan umat. “Kalau kamu jadi dokter, ambillah spesialisasi yang kamu minati, tapi tetap jaga moralitas. Kalau kamu jadi programmer, jadilah programmer yang amanah. Semua jalan mulia, kalau dijalankan dengan niat yang benar,” tambahnya.
Suasana Interaktif dan Reflektif
Sesi seminar berlangsung interaktif dengan diskusi dua arah antara siswa dan narasumber. Banyak siswa antusias mengajukan pertanyaan seputar bagaimana menjalani hidup beragama di tengah lingkungan yang beragam serta tantangan menjaga toleransi di era media sosial.
Salah satu siswa kelas X-7, menyampaikan kesannya, “Pak Nur Rofiq menyampaikan pesan yang dalam tapi sederhana. Saya jadi lebih sadar pentingnya sehat spiritual dan bagaimana agama tidak bisa dijalankan dengan fanatisme buta.”
Kegiatan ini adalah rangkaian seminar P5 hari ketiga yang juga sebelumnya diisi dengan seminar kesehatan mental dan seminar kesehatan reproduksi.
Sehat Spiritual sebagai Pilar P5
Projek P5 “Bangunlah Jiwa dan Raganya” di SMAN 3 Salatiga tidak hanya mengajarkan siswa untuk menjaga tubuh melalui olahraga dan makanan sehat, atau menjaga pikiran melalui manajemen emosi, tetapi juga memperkuat dimensi spiritual sebagai pilar utama pembentukan karakter.
“Sehat spiritual tidak kalah penting dari sehat jasmani dan mental. Dengan akhlak dan pemahaman keagamaan yang moderat, pelajar akan tumbuh menjadi pribadi yang toleran, tangguh, dan mampu merawat keberagaman Indonesia,” ujar Clara Shinta Eprilia, S.Pd.Kom., salah satu panitia sekaligus fasilitator kegiatan.
Seminar ini didokumentasikan secara visual dan dipublikasikan melalui kanal media sosial sekolah sebagai inspirasi bagi sekolah lain untuk menghadirkan kegiatan edukatif yang kontekstual dan bermakna.
0 Komentar